Membaca Selusin Kekacauan di Malam, Malam, dan Aku

10.05


Dua belas wartawan kampus. Selusin cerpen. Satu buku.
Antologi ini tak terikat satu warna tema pasti, melainkan penuh warna, seperti pelangi. Halaman demi halaman kalian akan diajak menyelami kedalaman imajinasi para penulis, yang biasanya berkutat dengan; isu, berita, dan deadline. Karenanya, kalian akan banyak menemukan cerita, yang terlahir dari kegelisahan-kegelisahan penulis akan realita sosial. Beragam tokoh yang dihadapkan dengan konflik berbeda, menunggu anda untuk turut menjadi bagian dalam kehidupan mereka.
Mari Ambil, baca, dan maknai buku ini.
Kira-kira begitulah penggalan sinopsis dari buku antologi kedua terbitan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Perspektif yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya ini. Setelah tahun 2014 lalu menerbitkan antologi puisi berjudul Sajak Belum Kutemui Satu Ujung, di penghujung tahun 2015 ini Perspektif kembali menerbitkan sebuah antologi, antologi cerpen berjudul Malam, Malam, dan Aku.

Malam identik dengan keheningan yang begitu kejam, membuat kita harus bergelut dengan diri dan segala kekacauannya. Kekacauan ini tergambar jelas di dalam salah satu cerita yang juga dijadikan judul untuk merepresentasikan keseluruhan isi buku ini, ‘Malam, Malam, dan Aku’. Pertanyaan-pertanyaan seperti, “What we really need in life?” atau “What makes us happy?” yang dihadapkan pada diri sendiri akibat keheningan malam namun tak pernah mendapatkan jawabannya.

Pada dua cerpen pertama, saya menemukan kematian menjadi sesuatu yang kelabu bukan lagi menjadi sesuatu yang menakutkan. Membaca Asa yang Menghilang, seperti menjadikan hujan dan kematian sebagai teman karib. Namun kebalikannya, dalam ‘Lelaki yang Berjodoh dengan Maut, saya dibuat bertanya-tanya apakah benda sepanjang 9 centimeter bernama rokok itu benar-benar berkarib dengan kematian?

Aku Ingin Kembali, Bu mengajak saya untuk prihatin terhadap hidup Arif, salah satu gambaran kecil akan kerasnya hidup seorang reporter. Kemudian, ‘Pengadilan Untuk Mbok Yatmi? menjadi cerita dengan plot twist dan tema yang paling saya sukai.
“Maklum, Negara ini adalah negara hukum bukan negara moral. Maka hukum harus dijunjung tinggi. Dan letakkan moral di bawah hukum.”
Selebihnya, ada cerita yang membuka matamu dengan telak mengenai politik negara ini, serta yang menyadarkan kita untuk tidak mudah menyerah di tengah segala keterbatasan dengan cara yang manis.
Sebagai penutup, saya ingin menyatakan kekaguman pada keduabelas penulis yang memberikan kejutan berbeda namun bermakna setiap saya membuka lembar per lembar buku ini hingga selesai. Serta ilustrasi ‘mengena’ yang terdapat dalam tiap cerita Malam, Malam, dan Aku.
Kalian dapat mengikuti kegiatan LPM Perspektif lewat instagram @lpmperspektif. Harapan saya, semoga LPM Perspektif sukses selalu.
Salam,
Yola.

You Might Also Like

0 Komentar