Jadi Ingat ‘Tunggu!’ (Ulasan Film NAY)

13.58


Poster warna kuning dan ada foto seorang perempuan sedang menyetir mobil beberapa waktu belakangan ini muncul melulu di timeline saya, entah di Instagram ataupun Line. Jadi penasaran, apalagi sutradara dan penulis skenarionya Djenar Maesa Ayu. Jujur, saya nggak pernah baca bukunya Djenar, bahkan ‘Mereka Bilang Saya Monyet’ yang booming banget itu saya nggak pernah baca. Waktu jaman-jaman bimbel (bimbingan belajar) intensif buat SNMPTN dulu tiap jam Bahasa Indonesia, kami selalu diberi selebaran berisi cerpen yang dimuat di koran Kompas. Nah, cerpen yang paling sering dibagikan adalah cerpennya Djenar. Jadi saya tau karya-karyanya cuma sebatas cerpen aja. Cerpen yang paling saya ingat judulnya ‘Tunggu!’. Yaampun itu cerpennya gokil sih, masa di dalam cerpen bisa sambil bikin rima, nggak main-main lagi, hampir semuanya berima! Semuanya bahkan sampai dialog-dialognya yang sedikit itu.

Ia selalu menyebutkan nama-nama terkenal yang saya tidak kenal. Ia selalu menyebutkan nama-nama yang bahkan di dalam kepala saya pun tak akan lama mengental. Badiout? Platoy? Badut yang letoi, begitu yang selalu ada di dalam kepala saya tercantol. Bukan karena pemikiran mereka tentang kebenaran yang tidak saya pahami. Tapi lebih karena setiap kali melihat badut yang letoi, saya merasa tak sampai hati.
Tunggu! – Djenar Maesa Ayu

Kaya bukan cerpen kan? Ini mah cerpu (cerpen+puisi) hahaha. Ya gimana ya, namanya juga Djenar, emang katanya punya karya-karya yang selalu profokatif, berani, dan seksualis. Waktu nonton Nay yang diputar di Digital Lounge, Malang, kemarin (22/1) oleh Lelakon kayanya otak saya lagi nggak jalan. Jadi, waktu selesai nonton Nay saya bilang ke teman saya yang juga ikut nonton “Kok nggak paham itu terakhirnya ya.” Ini entah saya yang kelewatan lagi begonya atau gimana saya nggak ngerti. Akhirnya ketika teman saya menjelaskan pemahamannya dari adegan penutup itu, barulah saya sedikit mulai mencerna. Ternyata semesta yang diciptakan dalam film berdurasi 80 menit itu (eh bener nggak sih?) sama seperti semesta yang saya percayai selama ini. Semesta itu lucu. Kalo Nay nggak nabrak orang di akhir film itu, mungkin Nay bakal sampai ke dokter kandungan tepat di jam 10, bakal jadi ngegugurin anaknya. Tapi, karena dia nabrak orang, mungkin dia punya watu berpikir semalaman untuk nggak jadi ngegugurin. Eh, bener aja ternyata nggak jadi. Haha, spoiler abis ya.


Jadi, Nay ini ceritanya tentang seorang perempuan yang saya nggak berani prediksi umurnya berapa kira-kira, baru tahu kalau dia hamil 11 minggu hasil hubungan intim dengan pacarnya, Ben. Pas di jalan mau ke rumah Ben, dia dapet kabar kalau dia diterima jadi pemeran utama sebuah film yang kayanya bakal menjamah luar negri sih ya intinya karirnya bakal makin bersinar kalau dia jadi mengambil peran itu. Jadilah Nay galau. Keliling-keliling Jakarta, yang ajaibnya kelihatan kalem dan hening banget dengan lampu-lampu kendaraan dan gedung-gedungnya. Kalau untuk kata-kata yang ada di poster “Hidup bukan untuk mencari perhentian, namun untuk melakukan perjalanan.” Cocok sih sama setting film ini, yaitu di jalanan. Nay marah-marah, ketawa-ketawa, nyanyi-nyanyi di dalem mobil karena keruwetan hidupnya itu karena nggak punya tujuan, nggak punya tempat berhenti. Sekalinya berhenti dimaki orang, sekalinya berhenti nabrak orang. Mau ke rumah pacarnya buat membicarakan ‘masa depan’, pacarnya nganterin maminya arisan. Mau ketemu sama mantannya, Pram, tapi Pramnya goyah gitu pas Nay bilang dia hamil. Kasian Nay.

Saya memotong kalimatnya. Persis seperti apa yang dilakukan badut-badut ketika berada di atas arena. Berteriak ketika ada yang mengolok-oloknya. Terjatuh. Mengaduh. Berlari. Tanpa berani memaki. Menghilang ke balik panggung. Disertai dengan sorak-sorai dan tawa menggunung.
Tunggu! – Djenar Maesa Ayu

Mobil Mini Cooper kuning (yang oh my godness bikin ngiler banget) kaya panggung sendiri buat seorang Nay, tapi panggung sempit yang mengurung dia sebagai perempuan. Which is we know, forget about religion for a while in this case, all of us, women itself in this country is confined by the rules to maintain our sanctity in order to ‘made’ us labelled as a good girl.

Sha Ine Febriyanti keren abis deh memerankan Nay, dia bisa pas aja gitu menghadirkan Nay jadi 3 versi. Nay sendiri dengan kegalauannya (Ine menghadap ke depan), Nay yang bicara sama Ibunya (bangku mobil yang kosong di sebelah kiri), dan Nay yang menjadi Ibunya sendiri (menghadap ke kanan ke luar jendela). Terus-terus, pas Nay abis ‘disemprot’ sama Ibunya Ben dan setelahnya Nay berada di titik paling ‘didih’ di kondisinya saat itu, saya yang awalnya pasang posisi leyeh-leyeh pas nonton, jadi menegakkan badan. Ikut kebawa emosi. “Nggak ada kebenaran absolut” kalo kata Nay. Orang-orang nggak ada yang peduli dengan struggle yang dilewati orang lain, what we see is not what other people see because they’re not on the same side with us, not in the same shoes with us. Kaya Ibunya Ben itu, katanya udah tau semua jenis asam garam kehidupan, tapi dia nggak tau asam garam perempuan yang diperkosa waktu umur 9 tahun. Lagi, kasian Nay.

“Saya tidak bisa menentukan. Saya sudah menunggu dua jam dengan perut kram akibat pengguguran. Namun ia tak juga datang. Tapi apakah saya harus menyerahkan bangku kosong di sebelah saya ke seseorang? Seseorang yang membutuhkan bangku tambahan di mejanya karena ia bersama banyak teman tak terkecuali perempuan?
”Boleh saya pakai bangkunya, Mbak?”
Saya menatapnya.
”Maaf, ada yang saya tunggu.”
”Waktu?”
Waktu menunjuk pukul tujuh.
Tunggu! – Djenar Maesa Ayu


Buat teman-teman yang ingin membaca cerpen ‘Tunggu!’ dengan lengkap, bisa dibaca disiniHampir sama seperti cerpen ‘Tunggu!’ Nay sebenarnya ceritanya cuma tentang pilihan. Kalau ‘Tunggu!’ adalah tentang pilihan si perempuan memberi kursi di sebuah kafe, Nay adalah tentang pilihan memberi kesempatan di sebuah perjalanan. Sama kaya ingin ke Paris, ingin ke Amerika, ingin kesini ingin kesana, bahkan ingin pipis sekalipun kalau nggak ada keinginan untuk menyediakan kesempatan sama waktu yang kita punya, ke Paris atau ke Amerikanya, bahkan pipis pun akan ditahan, dan nggak bakal jadi-jadi.

Yaampun ulasan macam apa ini...

Salam,
Yola.

(Sumber Foto: Rumah Karya Sjuman)

You Might Also Like

0 Komentar