Cak Ikin: Mengangkat Kearifan Lokal Lewat Film Animasi
18.30
“Hole bal-balan, hole bal-balan,
hole bal-balan.”
Mungkin
nggak sih, setiap pagi, tayangan musik yang penuh dengan kegiatan semacam menjelekkan
orang lain dan lawakan yang berlebihan itu diganti sama yang kaya gini aja?
Nggak perlu setiap hari, setiap hari Minggu aja deh. Atau tayangan musik
tersebut teteap ada namun bagaimana kalau durasinya diperpendek dan diteruskan
dengan tayangan mendidik kaya gini aja?
Kaya
gimana sih memangnya tayangan yang saya inginkan untuk mulai menjamah
pertelevisian nasional? Tayangan seperti yang dibuat Cak Ikin. Hah? Cak Ikin?
Siapa dia?
Beberapa
waktu yang lalu, seorang teman sempat memperkenalkan saya pada Cak Ikin. Salah
satu anak bangsa yang karyanya cukup menarik perhatian saya dan mungkin cukup
banyak pula orang-orang yang menjadi pengikut setia karya-karyanya di kanal
Youtube-nya, terlebih masyarakat Surabaya. Cak Ikin ini merupakan seorang
pembuat film animasi yang bernama asli Mohammad Sholikin. Di bawah naungan
Gathotkaca Studio, ia membuat rangkaian film pendek animasi yang berjudul
Grammar Suroboyo dengan menggunakan Adobe Flash. Saya sebagai lulusan Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dengan jurusan Teknik Komputer dan Jaringan merasa malu
pada diri sendiri. Dulu, saat kelas 11 SMK saya mendapatkan mata pelajaran
membuat animasi dengan Adobe Flash dan jujur saja, jika saya tidak malas
belajar untuk memperdalam ilmu membuat animasi, saya akan mampu membuat animasi
semacam ini. Karena animasi buatan Cak Ikin ini rasanya sungguh sederhana namun
memiliki ide cerita yang luar biasa keren dengan mengangkat kearifan lokal dan
menggandengnya dengan isu-isu sosial yang sedang terjadi. Nampaknya konsep
semacam ini jarang dipikirkan oleh orang lain.
Dikutip
dari laman Facebook-nya, pada tahun 2005, Cak Ikin meneruskan berkarya di dunia
film indie animasi 2D. Dengan menggunakan nama Gathotkaca Studio (agar orang
ingat karya pertama RASsis film yang berjudul Gathotkaca), ia berusaha
mengungkapkan kegelisahan dan ide-idenya. Dengan menggunakan aanimasi sederhana,
Gathotkaca Studio (Gatstu) berusaha menuangkan kegelisahan berkarya sekaligus
membuktikan animasi itu mudah dan membuktikan siapapun bisa jadi animator.
Sampai saat ini Gatstu masih aktif dalam kegiatan komunitas film indie Surabaya
dan aktif di jaringan film indie nasional terutama diwilayah pulau Jawa.
Grammar
Suroboyo menceritakan tentang SURO Sudiro dan BOYO Digdoyo, dua tokoh mitologi
Kota Surabaya yang saling bersahabat. Persahabatan mereka berdua melebihi
apapun didunia ini. Persahabatan mereka inilah yang akhirnya membawa kita pada
kisah keseharian mereka yang penuh dengan jokes-jokes bernafaskan Surabaya
menggunakan bahasa Jawa yang mudah dipahami, lengkap dengan ‘misuh’ khas
Surabaya yang semua orang mungkin sudah tau apa itu. Film animasi Grammar Suroboyo
awalnya di buat dalam 3 episode yang akhirnya menjadikan Cak Ikin cukup populer.
Grammar Suroboyo 1
Film
pendek berdurasi tak lebih dari 10 menit ini bercerita tentang Suro yang sakit
karena insangnya kemasukan lumpur ketika berenang di sungai Brantas. Suro
kemudian menelepon Boyo untuk meminjam uang sebesar 500 juta. Percakapan
keduanya penuh dengan ‘misuh’ dari Boyo yang sangat kocak menurut saya. Ada
skor yang tersemat di atas masing-masing kepala mereka yang poinnya akan
bertambah setiap mereka berkata ‘cuk’. Boyo tidak menuntut piutangnya
segera dikembalikan. Bahkan tidak dikembalikan juga tidak masalah asal
Suro mau berkunjung ke rumah Boyo.
Grammar Suroboyo 2
Menceritakan
mengenai perkembangan kota Surabaya. Dimana-mana terdapat taman namun fungsinya
sering disalahgunakan oleh remaja untuk berpacaran. Sama seperti Grammar
Suroboyo 1, pembicaraan antara Suro dan Boyo juga terjadi melalui telepon.
Karena mereka kini terpisah, Suro di Jakarta berprofesi menjadi artis dan Boyo
yang mengurusi bioskop di Gedung Tosan. Walaupun terpisah mereka tetap
bersahabat. Terlihat di ruang kerja Boyo, foto mereka berdua ‘Jaman Susah’
dahulu yang mendistraksi saya untuk tertawa-tawa melulu selama percakapan
mereka.
Kali
ini agak sedikit berbeda, di Grammar Suroboyo 3 ini menceritakan mengenai
kuliner khas Surabaya, yaitu Lontong Balap. Suro dan Boyo bertemu di sebuah
warung. Oh iya, di Grammar Suroboyo tentunya mereka tak hanya berdua saja. Ada
seorang tokoh bernama Cak Ikin. Iya, Cak Ikin hahaha yang memiliki gaya
berbicara datar dan berprofesi menjadi apa saja. Di episode ini, Cak Ikin
menjadi tukang penjual lontong balap, di episode lain saya menemukan Cak Ikin
mengurusi kambing. Suro dan Boyo memesan makanan yang bernama Lontong Balap di
warung Cak Ikin. Saya terus menerus tertawa mendengar dialog antara mereka
bertiga. Tentunya, tak lupa diceritakan asa muasal mengapa dinamakan lontong
balap serta bagaimana cara membuatnya.
Jika
diperhatikan, walaupun cukup mendidik dengan mengangkat berbagai permasalahan
sosial, nampaknya Grammar Suroboyo memang kurang sesuai jika ditonton oleh
anak-anak. Lalu bagaimana dong? Tenang saja. Cak Ikin hingga saat ini mulai
giat membuat seri terbaru dari kisah Suro dan Boyo berjudul Culoboyo.
Ini
adalah kisah persahabatan Suro dan Boyo saat masih anak-anak dalam menjalani
kehidupan mereka. Tak kalah lucu, tak kalah pesan moral, serta tak kalah penuh
akan permasalahan sosial seperti permasalahan rambu di jalan raya, aksi terorisme
yang baru-baru ini memakan korban di ibukota, serta kasus seorang teman yang
membunuh temannya dengan sebuah kopi. Terlalu berat untuk disandingkan dengan
kehidupan anak-anak? Jawabannya tidak. Cak Ikin dengan sangat brilian
memasukkan hal-hal tersebut ke dalam kehidupan masa kecil Suro dan Boyo, tak
lupa pula dibantu oleh sosok tokoh Cak Ikin yang mengambil peran krusial sebagai
orang dewasa yang membawa persoalan-persoalan tersebut secara halus dan ringan dalam
versi Culoboyo ini.
Penasaran? Teman-teman
bisa langsung menonton kelucuan Suro dan Boyo pada kanal Youtube Cak Ikin
disini.
Bersiaplah menjadi seperti saya, yang jadi memiliki angan-angan agar
film animasi ini mampu tampil di televisi lokal sehingga menjadi bentuk
apresiasi bagi bangsa kita sendiri akan karya anak bangsa yang mendidik. Seluruh
konten film dan karakter dalam karya yang dibuat oleh Cak Ikin telah terdaftar
secara hukum, sehingga tidak ada salahnya kita dapat terus mengapresiasi perjuangan
Cak Ikin menyebarkan nilai-nilai kearifan lokal lewat lucunya kisah
persahabatan Suro dan Boyo serta semoga saja tetap konsisten walau berada di
jalur independen.
Salam,
Yola.
(Sumber Foto: Google)
0 Komentar