The Virgin Suicides (1999): Masa Remaja Terbunuh Ketakutan Orang tua
20.58
Kerap saya merasa
film dinobatkan dengan kata bagus atau harus ditonton sebab saya merasa sangat dekat
dengan perkara yang disuguhkan. Seperti cerita kehidupan lima perempuan remaja
bersaudara yang bermukim di pinggiran kota kelas menengah di Michigan, Amerika, selama
pertengahan 1970-an yang terekam dalam film The Virgin Suicides. Menjalani
kehidupan sehari-hari dengan aturan-aturan ketat dari orang tua yang religius
tidak mudah bagi mereka sebagai perempuan-perempuan yang sedang tumbuh. Cecilia,
salah seorang dari anak perempuan itu yang pertama memilih untuk bunuh diri. Tak
ada yang benar-benar memahami alasan Cecilia mengakhiri hidupnya di usia yang
sangat muda, tetapi hidup dalam kungkungan orang tua telah menjelma penjara dan
tidak ada pilihan lain selain bertahan hidup atau bunuh diri.
"We
knew the girls were really women in disguise, that they understood love, and even
death, and that our job was merely to create the noise that seemed fascinate them."
Film yang
rilis tahun 1999 ini merupakan debut Sofia Coppola sebagai sutradara yang
diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Jeffrey Eugenides. Yang menarik
dari film ini, sebab ada seorang laki-laki yang menjadi narator menceritakan sekelompok
anak laki-laki yang terobsesi dan penasaran dengan kehidupan kelima anak perempuan
tersebut. Melalui film The Virgin Suicides yang mengangkat isu bunuh diri remaja,
tidak hanya merekam kisah kelima perempuan itu, saya pun bisa melihat sekelompok
anak laki-laki belajar memahami kelima perempuan itu dengan masuk ke dalam
teka-teki kehidupan mereka.
Tidak hanya itu, film ini juga menampilkan bagaimana
orang tua mendidik kelima anak perempuannya. Ketika menonton film ini, saya terus
bertanya-tanya, mengapa orang tua mereka memelihara ketakutan-ketakutan dengan mengasingkan
anak-anaknya padahal mereka sangat religius?
Seharusnya mereka
yang beragama itu, menanam ketenangan pada diri mereka. Tentunya, saya tidak
ingin nantinya menjadi orang tua seperti mereka.
Sementara
itu, bagi saya, menjadi perempuan di tengah masyarakat saat ini adalah menyenangkan
sekaligus menyedihkan. Sebagai perempuan, saya selalu diberitahu bagaimana seharusnya
menjalani hidup, bernampilan, bahkan berpikir. Barangkali yang menyenangkan
adalah mereka tidak akan pernah bisa mengatur isi kepala saya.
*Sumber Gambar: Google.
Salam,
Zahra
0 Komentar