Waktu Untuk Diri Sendiri
09.45Dalam seminggu, berapa kali kau meluangkan waktu untuk mengobrol dengan diri sendiri atau melakukan hal-hal yang kau suka bersama diri sendiri? Sebenarnya ada istilah yang paling familiar, yaitu me time. Me time? Memangnya perlu, ya?
Sore itu, saya bertemu dengan seorang
teman dan menuju sebuah kafe yang tidak jauh dari kosan. Kami sama-sama menyukai kafe yang ramai dan
duduk di pojok dekat jendela untuk menonton orang-orang yang ada di kafe itu. Percakapan-percakapan
berterbangan di udara. Kopi yang tidak sesuai pesanan. Bertemu rekan kerja untuk rapat di kafe.
Seseorang sedang marah di telepon sebab temannya atau pacarnya yang ditunggu
tak kunjung datang dengan alasan macet. Seorang mahasiswa tengah berkutat
dengan laptop. Seseorang lainnya sedang tertawa keras tenggelam dalam candaan
kelompoknya. Kelompok lain yang sedang
berkumpul tengah asik dengan smartphone
masing-masing.
Lalu, saya bersama teman saya ini
menonton mereka seolah sedang berada di sebuah teater. Pertunjukan rutinitas
harian yang paling nyata sedang dimainkan untuk menggelitik imajinasi kami. Setelah
selesai menonton manusia yang ada di dalam kafe itu, kami bertepuk tangan pelan
sambil melempar senyum.
“Kau pernah dianggap aneh
ketika suka sendirian? Misalnya nih, jalan-jalan ke mall sendirian, trus ketemu
teman dan dia nyeletuk, kamu sama siapa?
Kok sendirian? Seolah-olah orang yang sendirian jalan ke mall itu seperti
tidak punya teman. Padahal, kan memang lebih senang jalan-jalan sendirian.” Teman saya membuka
percakapan setelah menonton pertunjukan di panggung yang kami buat sendiri.
“Mungkin kau hanya terlalu
mencintai dirimu sendiri dan mereka terlalu mencintai diri mereka ketika
bersama teman-temannya.”
Teman saya itu selalu beranggapan bahwa
orang yang paling menyedihkan adalah orang-orang yang punya banyak teman dan
waktu mereka sepenuhnya habis untuk ber-haha-hihi bersama teman-temannya. Tapi,
ketika mereka kembali ke rumah masing-masing dan sendirian, mereka merasa bingung
untuk melakukan sesuatu, mereka butuh teman. Mereka tidak menganggap diri
sendiri adalah teman yang paling setia menggandeng kesedihan dan kesenangan
mereka.
Setiap kali sedang berada di kafe bersama
teman saya itu, saya selalu suka cara dia menonton manusia dan berbicara tentang
diri sendiri. “Kau tahu, mereka yang senang
membunuh waktu selama seminggu untuk tertawa dan berbagi canda bersama
teman-temannya adalah orang-orang yang suka menipu diri sendiri,” katanya saat itu.
“Kenapa kau beranggapan
seperti itu?” Saya
bertanya penasaran.
“Mungkin saja pada saat itu
kau sedang tidak baik-baik saja, lalu teman-teman mengajak kau tertawa
keras-keras, tapi tidak ketika kau sedang bersama dirimu sendiri, ia akan
membiarkanmu menangis sampai kau merasa tenang.” Dia selalu berpikiran bahwa kepada diri sendiri, seseorang bisa
benar-benar jujur. Aku selalu suka pemikirannya, seseorang yang tahu cara
berteman dengan diri sendiri tanpa merasa kesepian.
“Dalam seminggu, berapa kali
kau membuat waktu untuk dirimu sendiri?,” ia
bertanya kepadaku.
Saya terdiam lama sebelum berkata, “Saya sudah lama tidak
mengobrol dengan diri sendiri atau sekadar melakukan hobi. Hari-hari terlewat
dengan dibunuh oleh pagi yang terburu-buru,
siang yang beristirahat sejenak, malam yang kembali pulang dan tidur, lalu
hari terulang lagi sama seperti kemarin sampai
tak ada waktu untuk diri sendiri. Saya lupa
caranya menulis untuk menyembuhkan diri sendiri. Semuanya telah berganti
dengan hal-hal yang berupa tuntutan, tidak lagi
karena senang melakukannya. Rutinitas harian yang menjelma mimpi buruk. Sampai
kau mengajak saya datang ke kafe ini, untuk menonton manusia, belajar berbicara
tentang diri sendiri, tidak menghakimi orang
lain.”
Saya merasa akhir pekan diciptakan untuk merayakan
kebebasan. Menjadi waktu untuk berhenti sejenak dari
rutinitas untuk lebih mencintai diri sendiri.
Seperti, dengan bangun lebih pagi, menikmati udara akhir pekan sembari menyesap
teh hangat di beranda rumah. Sejenak menciptakan waktu untuk diri sendiri melakukan
hal-hal sederhana yang membuatnya bahagia terlepas dari rutinitas yang
membosankan.
Sendiri tidak selalu sepi, dan baginya, kesendirian adalah meditasi untuk lebih memahami seseorang, yaitu dirinya sendiri.
Salam,
Zahra.
0 Komentar