Diam Yang Rumit

14.59

Penonton di barisan belakang kala itu.
Ketika semua yang lagi berputar-putar di sekitar sedang sangat amat runyam, saya pernah memilih satu jenis sikap diam. Diam semacam penonton pasif, sama sekali nggak membela yang benar dan menjatuhkan yang salah.

Walaupun sebenarnya, saya tahu siapa yang salah dan benar. Namun diam semacam ini tetap jadi satu-satunya hal yang pernah dulu bahkan sering saya lakukan kalau sedang ada dalam situasi debat. Tidak mempersulit diri sendiri. Cari aman.

Ketika diam adalah satu-satunya hal yang bisa saya lakukan, saya mungkin akan dicap bodoh, tak peduli, bahkan bisa saja beruntungnya, bijaksana. Dengan diam, saya sering mengurangi keruwetan yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk dianggap menjadi sesuatu yang ruwet. Kata-kata yang dikeluarkan tanpa pikir panjang lah yang membesar-besarkannya, hanya demi sebuah nilai pandang orang terhadap diri kita. Agar tidak dipandang lemah, agar tidak kalah, misalnya.

Seumpama layar laptop, saya tidak perlu menjadi screensaver yang terus menerus bergerak dengan warna-warna menyala dan menghabiskan daya baterai. Lebih baik jadi wallpaper yang anggun. Sederhananya, saya tidak ingin mencari perhatian. Itu membuat sikap kritis saya yang dari masa kecil sangat tajam perlahan menjadi tumpul.

Baiknya adalah, diam semacam ini membuat saya mulai menghargai orang lain dengan mengatakan yang baik-baik. Karena tanpa berkata-kata pun saya bisa seentahbagaimana menyebalkannya konon saya berkata-kata. Saya tidak mau jadi lebih menyebalkan lagi. Karna menyakiti orang dengan kata-kata adalah perbuatan yang sangat jarang disadari. Semuanya terjadi begitu spontan, dan kata-kata tidak dapat ditarik kembali. Mengobati luka mereka dengan kata maaf pun, akan meninggalkan bekas luka selama bekas luka itu sanggup mengobati dirinya sendiri bersama waktu. Kata-kata sanggup melukai dan luka adalah hal yang membuat orang berubah.


Buruknya adalah, semakin kesini saya semakin sadar, bahwa pilihan itu membuat saya menjadi tuhan yang membuat hidup saya datar sekali. Ternyata, diam semacam ini sungguh diam yang rumit.

Serumit riuh ombak yang tak usai-usai.
Salam,
Yola.

You Might Also Like

0 Komentar