Bersama Orang-orang Tua di Kantor Pos
14.10Pak Pos jaman dulu. Halo, Pak! |
Mungkin
beberapa orang terdekat saya mengetahui hal ini, hingga saat ini saya masih
sering ke kantor pos. Ngapain? Ya untuk mengirim sesuatu. Kenapa saya nggak
memilih jasa pengiriman yang lebih terkenal seperti TIKI atau JNE? Karena juga
saya merasa pelayanan kantor pos kini tidak kalah baik dengan yang lainnya,
waktu pengiriman juga cukup cepat saat ini (pernah saya mengirim pos ke Medan
dari Malang, saya hanya membayar 13 ribu rupiah, kiriman saya sampai dalam 2
hari saja).
“Mereka (jasa pengiriman swasta) seolah-olah
telah berhasil mempecundangi Kantor Pos yang puluhan tahun bercokol di bisnis
ini. Kok bisa kantor pos dipecundangi? Bukannya jaringan kantor pos sudah sampai di
pelosok Indonesia, kok bisa kalah 'anak baru kemarin sore'? Ya begitulah
sindrom zona nyaman ternyata sempat menimpa kantor pos. Namun, kini saya salut dengan apa yang dilakukan oleh kantor
pos yang tidak kalah cepat dan aman dibandingkan ekspedisi swasta. Aku berharap
kantor pos mempunyai inovasi-inovasi baru sehingga keberadaannya tidak sekedar
dikenal sebagai partner Western Union atau tempat pengumuman lowongan kerja yang sering ditempel di papan
pengumumannya.”
Dulu
saya sering mengirimkan kado untuk seorang sahabat, walaupun kami berada di kota
yang sama, saya mengirim kadonya lewat pos. Aneh sih. Tapi ada kesenangan
tersendiri saat dia tiba-tiba menghubungi saya dan menyampaikan rasa senang
akan hadiah yang sampai dengan cara yang cukup unik. Sampai sekarang pun saya
masih sering mengirimkan kado untuk adik saya, teman, dan lainnya lewat kantor
pos. Saat masuk ke kantor pos yang didominasi warna oranye, saya jadi ingat
saat-saat kejayaan kantor pos dulu. Masih sering melihat tukang pos lewat dan
datang mengantar surat-surat tagihan (orangtua saya dulu menggunakan kartu
selular pasca bayar). Saya dulu juga senang melihat-lihat desain perangko yang
ada di setiap surat.
Saya
merasa menghargai sejarah dengan datang ke kantor pos. Dalam ingatan saya,
rasanya di film-film Barat, seorang tukang pos yang rela berpanas-panas,
kedinginan, dan tak gentar mengantar surat dalam suasana perang. Mereka dianggap sebagai
pahlawan. Orang disana terasa lebih mengapresiasi pos sebagai bagian dari
sejarah. Dulu, ribuan surat
bertumpuk-tumpuk di kantor pos menunggu untuk dikirimkan. Entah surat cinta,
surat lamaran kerja, surat kabar duka, surat ucapan selamat ulang tahun, hari
raya, dan lainnya yang menjadi bagian kehidupan. Dan kini terganti dengan
kemudahan mengirim semua surat tersebut dalam beberapa detik melalui SMS, LINE,
Whatsapp, dan teknologi lainnya. Mungkin ini juga salah satu alasan saya masih
sering mendatangi kantor pos, karena saya juga menggunakan teknologi tersebut
untuk berkirip pesan, namun teknologi tersebut tidak dapat memfasilitasi
pengiriman barang. Karena itu, saya lebih memilih tetap menggunakan jasa kantor
pos daripada jasa pengiriman barang seperti TIKI dan JNE yang saat ini lebih
mendominasi dengan strategi promosi yang lebih baik.
Kantor
pos saat ini identik dengan pembayaran kebutuhan rumah tangga, seperti listrik,
pengambilan uang pensiunan dan lain sebagainya. Mungkin mengapa banyak orang
muda menjadi jarang ke kantor pos adalah karena yang datang adalah orang-orang
tua. Saya tanpa malu-malu tetap dengan teguh melenggang ke kantor pos, walau di
sekeliling saya orang tua yang berkumpul membayar tagihan semua. Seperti yang
baru saja terjadi dua hari lalu, saya ke kantor pos untuk mengirim sebuah
mandala untuk seorang teman. Tiba-tiba seorang bapak yang mengantri di sebelah
saya menanyakan saya ingin mengirim apa, setelah saya menjawab, bapak petugas
pos (identik dengan umur yang selalu sudah tidak muda lagi) yang sedang
melayani pembayaran tagihan bapak yang bertanya tadi tersenyum kepada saya
seolah senang masih ada anak muda yang memakai jasa kantor pos. Lalu ia mengajak
ngobrol bapak itu dan seorang nenek yang antri di belakang bapak tadi serta
seorang Ibu yang antri di belakang saya sehingga saya, walaupun hanya
tersenyum-senyum nggak jelas, seakan ikut dalam obrolan dan tawa hangat pada
pagi itu. Obrolan dan tawa itu terjadi mungkin saja karena mereka sudah saling
kenal sebab tinggal di daerah yang sama di dekat kantor pos jadi telah terbiasa
bertemu di kantor pos untuk membayar listrik.
Saya
percaya kantor pos memiliki peran besar dalam sejarah Indonesia walau saya tahu
dan tidak bisa menceritakannya. Dengan sering ke kantor pos saya menganggap
masih bisa menghargai secuil bagian dari pengorbanan para tukang pos, walaupun hal
ini terlihat remeh dan teman-teman menganggap tidak ada korelasinya sama
sekali. Hehe.
Salam,
Yola.
(Sumber Foto: Google)
(Sumber Foto: Google)
0 Komentar