Kalau Kamu Perempuan, Seharusnya Nonton 6 Film Ini

20.53

Saya selalu lebih senang ketika orang-orang melihat saya sebagai manusia, daripada perempuan. Saat saya dihantui keresahan dan pertanyaan-pertanyaan perkara peran saya sebagai perempuan dalam masyarakat pun ketika saya memendam rasa marah sebab tak boleh pulang larut malam dengan alasan saya perempuan, menonton film dengan tokoh utama seorang perempuan selalu memberikan energi positif ke dalam pikiran dan tubuh saya.

Tidak jarang saya menemukan diri sendiri pada tokoh-tokoh perempuan dalam film yang mengemas cerita tentang perjuangan perempuan-perempuan dalam menjalani hidupnya; menuntut kesetaraan gender, atau yang terlibat dalam kasus pembunuhan sebab menyelamatkan diri dari kekerasan seksual, kisah seorang perempuan di rumah sakit jiwa, bahkan yang berjuang mengambil ruang untuk perempuan dalam politik. Menonton film dengan kisah tentang perempuan juga membangkitkan semangat dan merasa bersyukur menjadi seorang perempuan.

Film-film berikut yang saya ceritakan adalah beberapa film yang harusnya, sih, ditonton sama perempuan untuk lebih memahami dirinya sendiri, tapi laki-laki juga boleh banget nonton film-film ini untuk memahami perempuan. 

      1. Thelma and Louise (1991)


Siapa sih yang tidak ingin punya sahabat seperti Thelma dan Louise?
Berawal dari dua perempuan, Thelma Dickinson (Geena Davis) dan Louise Sawyer (Susan Sarandon) yang merencanakan liburan akhir pekan untuk melipir sejenak dari kehidupan mereka yang membosankan. Thelma menikah dengan seorang pria yang angkuh dan selalu mengontrol dirinya, sementara Louise bekerja sebagai pelayan di restoran dan berpacaran dengan seorang musisi yang menghabiskan banyak waktunya di jalan. Selalu ada kejutan yang tak terduga dalam sebuah perjalanan. Siapa yang sangka jika Thelma dan Louise yang awalnya ingin bersenang-senang selama dua hari justru membawa mereka terlibat dalam kasus pembunuhan.

Film 90-an yang menjadi film klasik feminis ini memperlihatkan saya kekuatan dua perempuan, ya meskipun pada awalnya Louise kebingungan sebab tak pernah terlintas dalam pikirannya untuk membunuh orang karena menyelamatkan temannya dari kekerasan seksual. Namun, saya tetap melihat kekuatan itu ketika mereka terjebak di jalanan, mencari cara untuk menyelamatkan diri dan tidak berurusan dengan polisi yang terus mengejar mereka. Hingga mereka berada di ambang batas perjalanan mereka yang mengharuskan kedua perempuan itu membuat keputusan akan berlari terus bersama atau ditangkap oleh polisi?

Selain cerita yang bagus, saya selalu terpesona dengan tone film 90-an seperti dalam film Thelma and Louise. Tidak berlebihan rasanya jika film ini dinobatkan sebagai pijakan film feminis pada tahun-tahun berikutnya. Sebab film yang disutradarai Ridley Scott ini menerima enam nominasi Academy Award dan memenangkan kategori Best Original Screenplay untuk penulis skenarionya, Callie Khouri.  

2. Girl, Interrupted (1999)


Pada suatu waktu di satu titik dalam hidup, kita pernah kehilangan gairah terhadap hidup yang sedang dijalani.  Tetapi kita terus bertahan, berjalan, mengenali diri sendiri dan pada akhirnya merasa baik-baik saja.
Seperti halnya Susanna Kaysen, perempuan muda di usianya yang 18 tahun tidak tahu apa yang ingin dilakukan dalam hidupnya dan terlalu bosan mendengarkan orang-orang menyuruhnya menjadi ini dan itu, sementara dirinya telah kehilangan gairah hidup. Kehilangan gairah hidup membuatnya menenggak obat secara overdosis dengan alasan untuk menyembuhkan sakit kepala. Namun, kedua orang tuanya menganggap Kaysen melakukan percobaan bunuh diri. Sampai akhirnya, Kaysen harus menjalani terapi di rumah sakit jiwa karena didiagnosa menderita penyakit Borderline Personality Disorder. Kisah Kaysen yang diperankan oleh Winona Ryder merupakan adaptasi dari memoar Susanna Kaysen tentang pengalamannya menjalani terapi di rumah sakit jiwa selama 18 bulan. Selama berada di rumah sakit jiwa itulah, Kaysen bertemu dengan perempuan-perempuan yang memiliki berbagai macam karakter. Pertemuan hingga pertemanan dengan perempuan-perempuan itulah membuat Kaysen lebih mengenal dirinya sendiri.

3. Frida (2002)


Kalau kamu merasa sedih, depresi, patah hati, berkaryalah seperti yang dilakukan Frida Kahlo. Frida yang rilis pada tahun 2002 merupakan film biografi Frida Kahlo yang dikenal sebagai pelukis surealis asal Meksiko. Kecelakaan akibat bus bertabrakan membuatnya trauma yang mengakibatkan di dalam tubuhnya harus ditanamkan besi sebagai penyangga tulang punggungnya. Untuk melewati masa pemulihan, ayahnya memberikan kanvas untuk memulai melukis. Bagi saya, Frida adalah pelukis realis sebab ia lebih banyak mengekspresikan kehidupan pribadinya melalui lukisan-lukisannya.

4. Joy (2015)


Kalau kamu perempuan dan ingin atau sedang menjalankan sebuah bisnis, coba tonton film ini.
Perjalanan Joy (Jennifer Lawrence) untuk membangun bisnisnya sendiri tidaklah mudah. Ibu dengan satu anak ini harus berperan sebagai pemimpin sekaligus ibu rumah tangga. Orang tuanya bercerai dan setiap kali ibu dan ayahnya bertemu, mereka selalu bertengkar. Sementara mantan suaminya masih tinggal bersamanya, serta ibunya yang setiap hari membuang waktunya dengan nonton sinetron di tempat tidurnya. Tinggal dalam lingkungan keluarga seperti itu, tak menyurutkan semangat Joy untuk menjalankan bisnisnya dengan membuat self-wringing mop. Kisah Joy ini diceritakan melalui neneknya yang sejak kecil menyemangati Joy yang selalu tertarik untuk membuat sesuatu.  

5. Suffragette (2015)


Awal abad ke-20 di United Kingdom, perempuan-perempuan berjuang untuk mendapatkan hak pilih mereka. Suffragette merupakan gerakan feminis di mana perempuan-perempuan berusaha merebut hak untuk memilih dengan mengajak kaum perempuan lainnya untuk mendukung dan mengungkapkan pendapatnya di gedung Parlemen. Banyak yang mendukung, banyak pula yang tak acuh. Beberapa perempuan merasa takut mendapat kekerasan bahkan dipenjara. Beberapa perempuan juga berani mengeluarkan pendapatnya untuk mendapatkan hak untuk memilih.
Tahun 1912, Maud Watts (Carey Mulligan) yang berusia 24 tahun awalnya hanya seorang tukang cuci, namun ia akhirnya bergabung menyuarakan protesnya bersama suffragettes lainnya. Perjuangannya untuk mendapatkan hak pilih telah membuatnya kehilangan pekerjaan, keluarga, rumah, bahkan hidupnya. Film ini sungguh emosional dan ketika menontonnya membuat saya merasa geram sendiri.

6. Hidden Figures (2016)


Selanjutnya, film terbaru yang saya tonton rilis tahun 2016. Film ini juga menggambarkan kisah perjuangan perempuan-perempuan untuk mendapatkan hak yang sama. Dikisahkan tiga perempuan Afrika-Amerika ahli matematika yang berperan penting di NASA selama bertahun-tahun, khususnya dalam program luar Angkasa AS.  
Pada tahun 1961, kehadiran perempuan-perempuan Afrika-Amerika sangat diintimidasi oleh orang-orang kulit putih. Kaum kulit putih inilah yang mendiskriminasi peran serta tugas untuk para perempuan Afrika-Amerika bahkan untuk urusan kamar mandi. Katherine Goble (Taraji P. Henson) adalah seorang ahli matematika Afrika-Amerika yang pertama bergabung dalam program luar Angkasa AS, Dorothy Vaughan (Octavia Spencer) adalah seorang ahli matematika sekaligus supervisor yang awalnya tidak diakui jabatannya di NASA, dan Mary Jackson (Janelle Monae) yang ingin menjadi seorang insinyur, namun mendapat penolakan karena dia perempuan Afrika-Amerika. Perjuangan ketiga perempuan tersebut sungguh menjadi percikan semangat untuk terus berusaha mewujudkan mimpi-mimpi tanpa peduli warna kulit pun penampilan fisik yang sering diagung-agungkan. Oh ya, Hidden Figures ini ternyata adaptasi dari buku non-fiksi yang berjudul ‘Perempuan Afrika-Amerika Ahli Matematika yang Bekerja di NASA’ (dengan nama yang sama) karya Margot Lee Shetterly.

Dari sekian banyak film yang membahas tentang perempuan, keenam film yang saya paparkan di atas, wajib kalian tonton. Tapi kalau kalian ada rekomendasi film tentang perempuan lainnya, boleh komen di kolom komentar di bawah, ya!

*pics taken from google

Salam,

Zahra



You Might Also Like

0 Komentar