Resolusi 2017: Menyederhanakan Gaya Hidup

20.22


Saya termasuk orang yang jarang membuat resolusi di akhir tahun untuk menyambut tahun berikutnya. Lebih senang menjalani hidup tanpa ambisi apa pun. Di usia saya, 22 tahun, saya merasa lebih waras menjalani hidup tanpa mengejar sesuatu. Saya mulai menjadi perempuan yang belajar untuk memahami apa yang saya butuhkan, bukan lagi tentang apa yang saya inginkan.

Senang menjalani hidup dengan menikmatinya bukan berarti saya tidak bergerak. Saya juga senang memberi tantangan kepada diri saya, seperti bangun lebih pagi selama seminggu, merapikan isi lemari setiap minggu, declutter atau menyingkirkan barang-barang yang tidak saya butuhkan lagi ketika membereskan kamar.


Kenapa manusia mudah terobsesi untuk memiliki sesuatu?
Kenapa manusia mudah tertipu dengan iklan?

Budaya konsumerisme yang melekat di diri kita sungguh sangat tidak sehat dan tidak akan membuat kita lebih bahagia. Saya pun pernah terjebak dalam antusiasme terhadap hal-hal semu. Terlebih lagi menghamburkan uang untuk urusan perut.
Sebagai manusia yang tidak pernah puas, saya selalu menginginkan sesuatu yang belum saya miliki. Misalnya, ingin beli tas ini, ingin beli sepatu itu, padahal punya beberapa tas dan sepatu yang masih layak dipakai. Menjalani hidup di dunia post-modern selalu menjebak kita jatuh ke jurang konsumtif.

Sifat konsumtif yang masih menjalar di dalam diri saya membuat saya bertanya-tanya; sepertinya ada yang salah dengan diri saya? Ada yang harus diubah dari gaya hidup saya. Ketika saya sudah sampai di titik kekhawatiran itulah saya merasa bersyukur dan belajar menyederhanakan gaya hidup dengan konsep minimalisme.


Saya tahu konsep minimalisme ketika menonton video di youtube tentang minimalisme yang sedang mewabah di Jepang. Minimalisme mengajak kita untuk fokus terhadap apa yang penting untuk diri kita dalam menjalani hidup. Seorang lelaki berusia 36 tahun mengadopsi gaya hidup minimalisme. Dia hanya memiliki 3 kemeja, 4 celana, 4 pasang kaos kaki, dan 150 barang di dalam rumahnya. Baginya, kita tidak akan pernah merasa puas ketika mengoleksi sesuatu, justru kita akan cari tahu apa yang kita tidak miliki. Setelah menonton video tersebut, wah! ini seperti tantangan baru untuk saya. Belajar mengendalikan diri untuk selalu merasa cukup memang tidak mudah. Saat keluar rumah bahkan di rumah pun, selalu saja mendapat bisikan dan godaan untuk berperilaku konsumtif. Tapi selalu mikir juga, apa ini penting untuk saya? apa ini benar-benar yang saya butuhkan?

Sejak dulu gaya hidup minimalis sebenarnya sudah diterapkan oleh masyarakat Jepang. Di Jepang, ada yang namanya Zen, salah satu aliran Buddha. Masyarakat Jepang ini mengadopsi filosofi Zen yang mengajarkan untuk fokus pada kesederhanaan. Istilah "minimalis" datang dari Barat dan mulai nge-trend pada tahun 2016 di Jepang.

Tidak mudah untuk menebak apa yang sebenarnya kita butuhkan atau hanya keinginan semu. Saya pun sedang pelan-pelan belajar memahami diri saya sendiri.
Saya telah mempraktikkan beberapa cara untuk menyederhanakan gaya hidup. Salah satunya dengan menyingkirkan barang-barang yang menumpuk dan tidak saya butuhkan lagi di dalam kamar saya setiap bulan atau setiap saya beres-beres kamar. Sungguh, rasanya senang sekali. Menyadarkan saya bahwa hidup sehat itu tidak hanya pola makan yang sehat, tapi juga gaya hidup. Di usia saya, 22 tahun, saya hanya ingin ada perubahan yang positif dalam menjalani hidup. Tidak lagi terobsesi untuk harus memiliki sesuatu hanya karena keinginan yang sementara. Namun, memulai untuk hidup dengan selalu merasa cukup.

Selamat berakhir pekan!

Salam,

Zahra

Sumber Gambar: Google. Terima kasih! 



You Might Also Like

1 Komentar

  1. Terkadang aku suka memperhatikan apa yang kamu posting baik di twitter maupun instagram, dan menurutku untuk perempuan seumuran kamu (well, ini aku pikirkan semenjak beberapa tahun yang lalu ketika kamu bahkan mungkin masih tingkat awal atau tengah kuliahmu. Sebelum tempo hari kita ketemu secara langsung di Malang), kamu punya pemikiran yang bagus dan berbeda dari yang lainnya. Dan aku selalu suka apa yang kamu celotehkan di media sosial walau kadang singkat dan durasinya jarang. Pun, aku suka bacaanmu (beberapa kali aku pernah menengok blogmu dulu).

    Jadi, teruslah menjadi Za yang unik dan tiada duanya :))
    Aku nggak bisa mengulang masa muda (sok tua) dengan berpikir matang lebih cepat, tapi aku senang mengetahui ada orang yang punya pemikiran matang di usia yang lebih muda dariku dulu.

    (Catatan: ini juga racauan)

    BalasHapus